Oleh Zulfata, Pendiri Sekolah Kita Menulis (SKM), Tebet, Jakarta Selatan |
OPINI - Diskusi BUMN kembali berlanjut di sore itu melalui pesan whatsapp “Ngopi ke Benhil ya”. Menerima pesan itu, saya tidak ingin langsung ke lokasi, karena situasi jalan masih padat, terjebak macet pasti terjadi, mencari jalan tikus justru tak nyaman dalam perjalanan, kerena polisi tidur sering dijumpai di jalan tikus. Sehingga menunda perjalanan ke Benhil adalah sebuah pilihan yang tepat saat itu. Waktu magrib telah dilalui, sholat magrib pun sudah selesai, waktunya bersahabat menuju Benhil tanpa kendala yang dengan namanya macet, ya macet, misteri yang belum mampu dipecahkan oleh siapapun pemimpin di Jakarta saat ini.
Saya pun tiba ke Benhil hampir pukul sembilan malam, di ruang diskusi telah hadir beberapa narasumber, termasuk narasumber yang di hari diskusi pertama yang ciri khasnya sering mengawali penyataannya dengan kalimat “Berdasarkan pemikiran saya yang keliru”. Bagi saya, sosok narasumber ini selain usianya yang mungkin telah dapat dianggap menua, namun pemikirannya masih segar, ucapannya cenderung memberikan apresiasif, menyulut inspirasi bagi generasi muda.
Saat itu, saya tidak menyangka bahwa tidak begitu lama saya duduk di lingkar diskusi, narasumber ini langsung menyatakan “saya sudah baca tulisan Zul, bagus, menarik tulisanya, seperti tulisannya GM di majalah Tempo”, mendengar itu saya tersenyum, mungkin itu adalah sebuah pernyataan motivasi bagi saya untuk terus kreatif dalam memainkan atau membumbui sudut pandang dalam menulis.
Narasumber yang terkadang membuat saya ragu antara memanggil dirinya apakah sebagai abang atau bapak, kebimbangan ini terjadi karena memang jiwa muda pada dirinya masih ada. Ia adalah seorang putra Aceh yang pernah marasa seperti trauma di Aceh karena waktu itu ia pernah mengalami ancaman dalam situasi konflik. Ia merasa waktu itu mesti menyelamatkan hidupnya dari kematian yang menghampirinya. Sehingga ia merasa dengan mendapatkan beasiswa ke Amerika waktu itu dan merasa tidak akan pulang lagi ke Aceh. Seiring perkembangan waktu, ia berkarir di Jakarta, ia termasuk orang yang banyak mengerti finansial, perbankan hingga soal perusahaan negara dan swasta.
Namun demikian, saat bertemu generasi muda Aceh di Jakarta, ia selalu memberikan motivasi kepada generasi muda Aceh, dari itu ia ternyata masih ingin memberikan pengaruh pada generasi muda Aceh agar mampu memajukan Aceh dari Jakarta. Untuk memulai diskusi, saya melontar pertanyaan ke narasumber tersebut “kami malam kemarin diskusi terkait inspirasi BUMN pak, nah sekarang bagaimana menurut bapak terkait prestasi BUMN saat ini?”. Kemudian narasumber tersebut menjawab, “Berdasarkan pemikiran saya yang keliru, saya kan termasuk orang lama di BUMN, sehingga merasa kurang dalam melihat kondisi BUMN hari ini” imbuh narasumber tersebut. Namun demikian, ia merasa tidak melihat prestasi apapun dalam kepemimpinan BUMN hari ini. Hal tersebut dibuktikannya melalui berbagai analisanya saat dalam membanding-bandingkan kinerja beberapa menteri BUMN dari waktu lalu.
Setelah penyampaian pandangan narasumber tersebut selesai, ternyata narasumber utama menyambungkan pendapatnya bahwa “dari semua menteri BUMN tentu memiliki tantanganya yang berbeda beda, meski tidak semua menteri BUMN dapat dianggap sama, termasuk dalam hal prestasinya, tidak kita pungkiri bahwa ada memang menteri BUMN yang kurang bahkan tidak dapat melakukan terobosan apapun, tetapi di masa BUMN saat ini justru ada hal baru yang dapat dilihat” imbuh narasumber utama. Dealetika dalam diskusipun hidup, berbagai argumentasi dan indikator pembuktiannya pun diuraikan oleh para narasumber.
Tidak ingin menghentikan ruang dialetika terkait BUMN, saya kembali memancing diskusi dengan menanyakan bahwa bagaimana pula dengan arah atau sifat yang berkembang pada kepemimpinan hari ini?, lagi-lagi satu narasumber itu menyatakan “sepertinya tidak ada prestasinya sih”. Kemudian berbeda lagi dengan pandangan narasumber utama yang mengatakan “justru kepemimpinan BUMN hari ini jelas terlihat prestasi kepemimpinannya”. Hal ini disampaikannya berangkat dari pengalaman narasumber yang mencermati BUMN selama 30 tahun, termasuk pengalamannya dalam menjabat jabatan strategis di tubuh BUMN.
Narasumber utama memahami bahwa sifat kepemimpinan BUMN saat ini adalah kepemimpinan eksekutor. Ada kebijkan-kebijaka terterntu yang efektiif dilaksanakan menteri BUMN hari ini dan tidak dapat dilakukan oleh menteri BUMN terdahulu. Hal ini dapat dilihat dari kebijakan perampingan dari 108 BUMN menjadi 40 BUMN, merger di tubuh BUMN, naiknya angka keterlibatan jebatan strategis di BUMN yang diisi oleh kalangan perempuan (gender), tim kerja BUMN saat ini cenderung profesional, hingga naiknya angka keuntungan di tubuh BUMN. Tidak hanya itu, berbagai upaya pembenahan BUMN dan penegakan hukum di tubuh BUMN juga dilakukan oleh kepemimpinan BUMN hari ini. Begitu juga terkait upaya penyelamatan Garuda Indonesia. Semua ini disampaikan oleh narasumber utama terlepas dari segala kepentingan apapun katanya.
Di sisi lainnya, pemimpin BUMN hari ini cenderung cepat dalam menerjemahkan keinginan presiden, hal ini terbukti melalui suksesnya setelah dipercayakan oleh presiden republik Indonesia pada penyelenggaraan Asean Games, hingga soal perannya dalam melakukan diplomasi menyelamatkan nama baik Indonesia di bidang sepak bola usai tragedi Kanjuruhan. Selanjutnya, narasumber utama juga menyatakan bahwa pemimim BUMN hari ini merupakan sosok yang mampu mendengar saran dan pendapat dari semua kalangan selama saran tersebut baik dan membangun. Kedekatan pemimpin BUMN dengan generasi milenial juga patut diapresiasi.
Dalam situasi sedemikian, saya melihat narasumber utama tampak semangat dalam mengangkat prestasi dan sifat kepemimpinan BUMN saat ini. Dalam hati saya menduga bahwa barangkali narasumber utama tampak ingin meyakinkan para pelaku diskusi untuk melihat ada potensi pemimpin BUMN hari ini yang potensial untuk dicalonkan sebagai calon wakil presiden di 2024. Sehingga disela itu saya melontarkan pertanyaan bahwa “apakah uraian prestasi dan hal terkait kepemimpinan BUMN hari ini ingin menyatakan bahwa semua itu adalah bukti bahwa ET berpotensi kuat untuk dijadikan calon wakil presiden?”. Mendengar pertanyaan ini, semua pelaku diskusi menumpahkan tawanya di meja diskusi, dan narasumber utama juga tertawa sembari menghisap rokok di tangan kirinya.
Tanpa terasa, salah satu dari narasumber melontar alarm diskusi “ini sampai jam berapa?”, langsung narasumber utama mengatakan “sibak rukok teuk”. Dengan pernyataan ini pula, seperti biasanya, setelah keluar kalimat penutup diskusi tersebut, maka berakhirlah diskusi bincang kepemimpinan BUMN malam itu.
Posting Komentar